Kamis, 17 Maret 2011


BAB II
TINJAUAN TEORI


A. Pengertian Miliariasis
Ada beberapa pendapat yang mengemukakan tentang pengertian miliariasis. Berikut ini ada lima definisi dari miliariasis yang didapat dari berbagai sumber buku yang berbeda, yaitu:
Miliariasis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh tertutupnya saluran kelenjar keringat. (Hassan, 1984). Miliariasis adalah kelainan kulit akibat retensi keringat, ditandai dengan adanya vesikel milier. (Adhi Djuanda, 1987). Milliariasis adalah dermatosis yang disebabkan oleh retens keringat akibat tersumbatnya pori kelenjar keringat. (Vivian, 2010)
Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa miliariasis adalah dermatosis yang timbul akibat penyumbatan kelenjar keringat dan porinya, yang lazim timbul dalam udara panas lembab seperti daerah tropis atau selama awal musim panas atau akhir musim hujan yang suhunya panas dan lembab. Karena sekresinya terhambat maka menimbulkan tekanan yang menyebabkan pecahnya kelenjar atau duktus kelenjar keringat. Keringat yang masuk ke jaringan sekelilingnya menimbulkan perubahan anatomi. Sumbatan disebabkan oleh bakteri yang menimbulkan peradangan dan oleh edema akibat keringat yang tak keluar (E.Sukardi dan Petrus Andrianto, 1988)
Pendapat yang kelima yaitu Miliariasis atau biang keringat adalah kelainan kulit yang timbul akibat keringat berlebihan disertai sumbatan saluran kelenjar keringat, yaitu di dahi, leher, bagian-bagian badan yang tertutup pakaian (dada dan punggung), serta tempat yang mengalami tekanan atau gesekan pakaian dan dapat juga dikepala. Keadaan ini biasanya di dahului oleh produksi keringat yang berlebihan, dapat diikuti rasa gatal seperti ditusuk, kulit menjadi kemerahan dan disertai banyak gelembung kecil berair. (Arjatmo Tjoktronegoro dan Hendra Utama, 2000)
Milliariasis disebut juga sudamina, biang keringat, keringat buntet, liken tropikus,  atau pickle heat . ( Adhi Djuanda, 1987)

B. Etiologi Miliariasis
Penyebab terjadinya miliariasis ini adalah udara yang panas dan lembab. (Vivian, 2010)
Sering terjadi pada cuaca yang panas dan kelembaban yang tinggi. Akibat tertutupnya saluran kelenjar keringat terjadilah tekanan yang menyebabkan pembengkakan saluran atau kelenjar itu sendiri, keringat yang menembus ke jaringan sekitarnya menimbulkan perubahan-perubahan anatomis pada kulit berupa papul atau vesikel. (Hassan, 1984)
C. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya milliariasis diawali dengan tersumbatnya pori-pori kelenjar keringat, sehingga pengeluaran keringat tertahan. Tertahannya pengeluaran keringat ditandai dengan adanya vesikel miliar di muara kelenjar keringat lalu disusul dengan timbulnya radang dan edema akibat perspirasi yang tidak dapat keluar kemudian diabsorpsi oleh stratum korneum. (Vivian, 2010)
Milliariasis sering terjadi pada bayi prematur karena proses diferensiasi sel epidermal dan apendiks yang belum sempurna. Kasus milliariasis terjadi pada 40-50% bayi baru lahir. Muncul pada usia 2-3 bulan pertama dan akan menghilang dengan sendirinya pada 3-4 minggu kemudian. Terkadang kasus ini menetap untuk beberapa lama dan dapat menyebar ke daerah sekitarnya. (Vivian, 2010)

D. Diagnosa Miliariasis
Adanya papul dan vesikel miliar terutama didaerah yang banyak kelenjar ekrin, dengan atau tanpa eritem, kadang-kadang ada pustel miliar tidak pada folikel rambut. (Hassan, 1984)

E. Diagnosa Banding Miliariasis
Impetigo, Folikulitis. (Hassan, 1984)

F. Klasifikasi Miliariasis
Tergantung dari letak kelainan, maka terdapat beberapa bentuk miliaria, diantaranya yaitu:
1. Miliaria kristalina
Pada penyakit ini terlihat vesikel berukuran 1-2 mm  berisi cairan jernih tanpa disertai kulit kemerahan, terutama pada badan setelah banyak berkeringat, misalnya karena hawa panas. Vesikel bergerombol tidak disertai tanda-tanda radang atau inflamasi pada bagian badan yang tertutup pakaian. Umumnya tidak memberi keluhan subjektif dan sembuh dengan sisik yang halus. Pada gambaran histopatologik terlihat gelembung intra/subkorneal. Pengobatan tidak diperlukan, cukup dengan menghindari panas yang berlebihan, mengusahakan ventilasi yang baik, pakaian tipis dan menyerap keringat. (Adhi Djuanda, 1987)
Daerah predileksi lipat siku, lipat lutut, lipat payudara, lipat paha dan punggung, dahi, leher, dan dada. Vesikel terletak sangat superfisial, kecil dan tembus terang, tidak disertai tanda-tanda inflamasi dan mudah pecah. Biasanya tidak ada keluhan subjektif. (Hassan, 1984)
Ia timbul pada pasien dengan peningkatan keringat seperti pasien demam di ranjang. Lesinya berupa vesikel sangat superfisial, jernih, dan kecil tanpa reaksi peradangan, asimptomatik dan berlangsung singkat dan cenderung mudah pecah akibat trauma teringan pun. (E.Sukardi dan Petrus Andrianto, 1988)
2. Miliaria rubra
Penyakit ini lebih berat daripada miliariasis kristalina. Terdapat pada badan dan tempat-tempat tekanan ataupun gesekan pakaian. Terlihat papul merah atau papul vesikular ekstrafolikular yang sangat gatal dan pedih. Milliaria jenis ini terdapat pada orang yang tidak biasa pada daerah tropik. Kelainan bentuknya dapat berupa gelembung merah kecil, 1-2 mm, dapat tersebar dan dapat berkelompok. (Adhi Djuanda, 1987)
 Patogenesisnya belum diketahui pasti, terdapat dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan primer, banyak keringat dan perubahan kualitatif, penyebabnya adanya sumbatan keratin pada muara kelenjar keringat dan perforasi sekunder pada bendungan keringat di epidermis. Pendapat kedua mengatakan bahwa primer kadar garam yang tinggi pada kulit menyebabkan spongiosis dan sekunder terjadi pada muara kelenjar keringat. Staphylococcus juga diduga memiliki peranan. Pada gambaran histopatologik gelembung terjadi pada stratum spinosum sehingga menyebabkan peradangan pada kulit dan perifer kulit di epidermis. (Adhi Djuanda, 1987)
Daerah predileksi sama seperti pada miliaria kristalina. Lesinya berupa papulo vesikula eritematosa yang sangat gatal dan diskrit, kemudian konfluens dengan dasar merah, sering terjadi maserasi karena terhalangnya penguapan kelembaban. Keringat keluar ke stratum spinosum. Bisa terjadi infeksi sekunder dengan impetigo dan furunkulosis, terutama pada anak-anak. Terutama timbul pada bagian tubuh yang tertutup pakaian seperti punggung dan dada. (E.Sukardi dan Petrus Andrianto, 1988)
3. Miliaria profunda
Bentuk ini agak jarang terjadi kecuali didaerah tropis. Kelainan ini biasanya timbul setelah miliaria rubra.ditandai dengan papula putih, kecil, keras, berukuran 1-3 mm. Terutama terdapat di badan ataupun ekstremitas. Karena letak retensi keringat lebih dalam maka secara klinik lebih banyak berupa papula daripada vesikel. Tidak gatal, dan tidak terdapat eritema. (Adhi Djuanda, 1987)
Pada gambaran histopatologik tampak saluran kelenjar keringat yang pecah pada dermis bagian atas atau tanpa infiltrasi sel radang. Pengobatan dengan cara menghindari panas dan kelembaban yang berlebihan, mengusahakan regulasi suhu yang baik, menggunakan pakaian yang tipis, pemberian losio calamin dengan atau tanpa menthol 0,25% dapat pula resorshin 3% dalam alkohol. (Adhi Djuanda, 1987)
Daerah predileksi dapat dimana saja, kecuali muka, ketiak, tangan, dan kaki. Lesi berupa vesikel yang berwarna merah daging, disertai gejala inflamasi maupun keluhan rasa gatal, disebabkan penyumbatan di bagian atas kutis. Kelenjar-kelenjar keringat tersebut sama sekali tidak berfungsi. Biasanya timbul setelah menderita milliaria rubra yang hebat. (Hassan, 1984)
4. Miliaria pustulosa
Pada umumnya didahului oleh dermatosis yang menyebabkan gangguan saluran kelenjar ekrin dan terjadi pustel superfisial. (Hassan, 1984). Lesinya berupa pustula steril yang gatal, tegas, superfisial dan tak berhubungan dengan folikel rambut. (E.Sukardi dan Petrus Andrianto, 1988)

G.Terapi
Berikut ini merupakan beberapa terapi yang dapat dilakukan untuk mengobati miliariasis, diantaranya yaitu:
1.   Prinsipnya asuhan adalah mengurangi produksi keringat dengan memindahkan pasien ke ruangan dengan alat pengatur udara, dianjurkan ke daerah berhawa sejuk dan kering, menggunakan kipas angin atau air conditioning. Disamping memberi kesempatan hilangnya sumbatan pori-pori yang sudah timbul dengan sendirinya.
2. Jangan meminum alkohol serta makanan yang pedas dan panas. 
3. Gunakan pakaian yang tipis dan longgar serta menyerap keringat dan tidak terlalu sempit serta bekerja diruangan yang ventilasi nya baik.
4. Keringat harus segera dikeringkan dan sering mandi. Segera ganti pakaian yang basah dan kotor.
5. Topikal bisa diberikan bedak atau bedak kocok pendingin dengan bahan antigatal, dapat ditambah dengan mentol 0,25% sampai 1% kalau gatal. Lanolin anhidrat dan salephidrofilik bisa menghilangkan sumbatan pori sehingga mempermudah aliran keringat yang normal. Kasus ringan bisa berespon dengan bedak seperti talkum bayi. Bila ada infeksi sekunder, diatasi dengan krim antibiotika dan topikal diberikan lotio kummerfeldi atau bedak kocok dengan antibiotika. Bisa diberikan
Acidum Salicylicum lain 1-2%
Mentol 1%
Oxydum Zinci 10-20%
Talcum Venetum ad 100%
Atau dapat menggunakan pilihan kedua, yaitu:
Acidum Salicylicum
Menthol aa 1%
Sulfur Praecipilatum 5%
Glycerin 5%
Spiritus Fortior 10 cc
Aqua ad 10 cc
6. Untuk miliaria pustulosa dapat diberikan bedak kocok dengan ditambahkan sulfur precipitatum 2%. (E.Sukardi dan Petrus Andrianto, 1988)
7.   Pada milliaria rubra dapat diberikan bedak salicil 2% dengan menambahkan menthol 0,5-2% yang bersifat mendinginkan ruam. Losio faberi dapat pula digunakan, komposisi nya sebagai berikut:
Acid.Salicylic            1%
Talc.venet     10%
 Oxyd.zinc    10 %
 Amyl.oryzae            10 %
 Spiritus ad.   200 cc
Untuk memberikan efek antipruritus dapat ditambahkan mentholum atau campuran pada losio faberi. (Adhi Djuanda, 1987)
8.   Penderita miliaria yang sedang menjalani latihan fisik berat perlu diberi vitamin C 1 gram sehari untuk mencegah terjadinya anhidrotic heat exhaustion.
9.  Obat-obat topikal yang sering digunakan
a). Losio Faberi
Acidum Salicylicum 0,5%
Oxydum Zinzici 5%
Talcum Venetum 5%
Amylum Oryzae 5%
b). Rode Hond Talk
c). Bedak kocok asam borat (Hassan, 1984)
Bedak kocok cocok untuk dermatosis papula dan eritematosa akut yang luas. Tempat efek penyejuknya menguntungkan. Ia mungkin mempunyai efek mengeringkan atas dermatosis vesikula. Pasta pengering kurang mengotorkan daripada salep atau pasta berlemak. Tetapi bedak kocok dan pasta pengering harus dihindari pada dermatoss madidans karena kandungan bedaknya melekat dan menyokong pembentukan krusta. (Andrianto, Petrus.1987)


H. Penatalaksanaan bagi bayi
 Asuhan yang diberikan pada neonatus, bayi, dan balita dengan milliaria bergantung pada beratnya penyait dan keluhan yang dialami. Asuhan yang umum diberikan adalah sebagai berikut:
·         Perawatan kulit yang benar dan selalu menjaga kebersihan tubuh bayi.
·         Prinsip asuhan adalah mengurangi penyumbatan keringat dan menghilangkan sumbatan yang sudah timbul.
·         Upayakan untuk menciptakan lingkungan dengan kelembaban yang cukup serta suhu yang sejuk dan kering, misalnya pasien tinggal diruangan ber-AC atau didaerah yang sejuk dan kering.
·         Gunakan pakaian yang menyerap keringat dan tidak terlalu sempit.
·         Segera ganti pakaian yang basah dan kotor.
·         Biang keringat yang tidak kemerahan dan kering diberi bedak salycil atau bedak kocok setelah mandi.
Manfaat bedak kocok bermanfaat untuk mendinginkan, mengurangi rasa gatal, dan gesekan pada kelainan kulit yang kering. Bedak kocok merupakan campuran air dengan bedak padat yang terpisah, sehingga perlu dikocok lebih dahulu. (Arjatmo Tjoktronegoro dan Hendra Utama, 2000)
·         Bila membasah, jangan berikan bedak, karena gumpalan yang terbentuk memperparah sumbatan kelenjar
·         Bila sangat gatal, pedih, luka dan timbul bisul dapat diberikan antibiotik
Menjaga kebersihan kuku dan tangan. kuku pendek dan bersih, sehingga tidak menggores kulit saat menggaruk. (Vivian, 2010)

I. Peran Bidan
Berikut ini merupakan peran bidan dalam kasus milliariasis yang ditinjau dari aspek pelayanan kesehatan promotif, kuratif, rehabilitatif, dan preventif. Diantaranya yaitu:
1.   Pelayanan kesehatan promotif
Memberikan informasi kepada ibu mengenai:
·      Perawatan kulit yang benar dan selalu menjaga kebersihan tubuh bayi.
·      Kebersihan kuku dan tangan anak. Kuku pendek dan bersih sehingga tidak menggores kulit saat menggaruk.
·      Keringat yang harus segera dikeringkan dan sering mandi. Segera ganti pakaian jika basah dan kotor. (Vivian, 2010)

2.   Pelayanan kesehatan preventif
·      Menggunakan pakaian yang tipis dan longgar serta menyerap keringat dan tidak terlalu sempit.
·      Melakukan perawatan kulit yang benar dan selalu menjaga kebersihan tubuh bayi.
·      Menjaga kebersihan kuku dan tangan anak. Kuku pendek dan bersih sehingga tidak menggores kulit saat menggaruk.
·      Keringat harus segera dikeringkan dan sering mandi. Segera ganti pakaian jika basah dan kotor. (Vivian, 2010)

3.   Pelayanan kesehatan kuratif
·      Topikal bisa diberikan bedak atau bedak kocok pendingin dengan bahan antigatal, dapat ditambah dengan mentol 0,25% sampai 1% kalau gatal. Lanolin anhidrat dan salephidrofilik bisa menghilangkan sumbatan pori sehingga mempermudah aliran keringat yang normal.
·      Kasus ringan bisa berespon dengan bedak seperti talkum bayi. Bila sangat gatal, pedih, luka dan timbul bisul akibat infeksi, penderita sebaiknya segera dibawa ke dokter. Dokter akan memberikan obat minum serta krim atau salap bila diperlukan, untuk mengatasi keluhan tersebut. Dan bila timbul bisul jangan dipijat arena kuman dapat menyebar ke sekitar sehingga semakin meluas. (Arjatmo Tjoktronegoro dan Hendra Utama, 2000)
·      Biang keringat yang tidak kemerahan dan kering, anjurkan untuk diberi bedak salicil atau bedak kocok setelah mandi. Dan bila membasah jangan berikan bedak karena gumpalan yang terbentuk memperparah sumbatan kelenjar. (Vivian, 2010)

4.   Pelayanan kesehatan rehabilitatif
·      Sedapat mungkin mencegah produksi keringat yang berlebihan, dengan cara menghindari hawa panas dan kelembaban yang berlebihan, misalnya memakai pakaian tipis dan menyerap keringat, mandi dengan air dingin dan menggunakan sabun. Selama berbagai faktor penyebab yang berpengaruh dapat diatasi, kekambuhan dapat dihindari.
·      Biang keringat dapat membaik dalam beberapa hari setelah penderita pindah ke lingkungan yang lebih sejuk, atau ke tempat dengan ventilasi yang lebih baik. (Arjatmo Tjoktronegoro dan Hendra Utama, 2000)